Mengenang gugurnya Reno — anjing pelacak K9 Polda Riau — yang wafat saat bertugas dalam misi kemanusiaan di Agam, Sumatera Barat.
“REN0: Gugur Demi Kemanusiaan, Saat Manusia Sibuk Berebut Panggung”
Reno bukan pejabat, bukan pula orang besar. Ia tak pernah muncul di layar televisi, tak pernah berbicara soal visi dan misi. Yang ia tahu hanya satu hal: mencari manusia yang hilang — bahkan ketika manusia sering lupa mencari kemanusiaannya sendiri.
Dalam sunyi lumpur bencana, di antara serpihan rumah dan harapan, Reno berlari, mengendur, menggali… sampai akhirnya tubuhnya menyerah.
Ia gugur bukan karena peluru, bukan karena politik — tapi karena terlalu setia pada tugas kemanusiaan. Sementara itu, jauh dari lokasi bencana, ada manusia-manusia berjas rapi sedang sibuk debat siapa yang paling peduli.
Ada yang bikin konferensi pers tentang empati, ada pula yang berfoto sambil memegang karung bantuan — karungnya penuh beras, tapi dadanya kosong dari rasa.
Reno tak butuh tepuk tangan. Ia tak menunggu perintah, tak menunda kerja demi kamera. Ia hanya tahu: ada nyawa yang harus diselamatkan, dan itu cukup.
Cukup baginya untuk berlari sampai napasnya habis.
Ironisnya, di negeri ini, yang benar-benar berjiwa kemanusiaan justru sering bukan manusia. Yang tulus tanpa pamrih malah yang berkaki empat. Yang ikhlas tanpa sorotan kamera malah yang tak bisa bicara. Maka, ketika Reno pergi, barangkali langit pun menunduk, dan bumi berbisik lirih:
“Beginilah nasib yang benar-benar setia — ia mati diam-diam, tanpa janji, tanpa publikasi.”
Selamat beristirahat, Reno.
Engkau telah menunaikan tugas dengan kehormatan yang tak bisa diklaim siapa pun. Dan semoga, di antara doa-doa yang melambung, ada sedikit rasa malu yang turun ke dada manusia — mereka yang sering berteriak soal kemanusiaan,
tapi tak pernah belajar dari seekor anjing bernama Reno.
- Kata Bang Saik -






